Information and communication technology and its role in the process of social change
Perubahan Dalam Layanan Publik
Dampak TIK tidak saja melanda perusahaan atau organisasi privat. Al Gore dikala masih menjadi Wakil Presiden Amerika Serikat menjadi pejabat negara pertama di dunia yang menyatakan perlunya birokrasi pemerintahan memanfaatkan TIK untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan publik. Jauh sebelum itu, Lee Kuan Yew Perdana Menteri Singapura memerintahkan kepada aparat di bawahnya agar dapat menyelesaikan setiap permintaan layanan dari masyarakat selambat –lambatnya dalam tempo dua kali dua puluh empat jam. Permintaan layanan publik semacam ini tidak dapat dengan mudah dipenuhi bila hanya dikerjakan secara manual, harus menggunakan TIK untuk menjawab perintah Perdana Menteri. Al Gore dan LKY dapat dijadikan contoh bagaimana pemimpin negara mengawali gerakan untuk mengotomatisasikan layanan publik menggunakan TIK.
Dalam perkembangan selanjutnya, yang terjadi tidak hanya otomatisasi layanan publik, tetapi lebih dari itu terjadi efisiensi dan peningkatan produktivitas yang luar biasa, serta peningkatan citra pemerintah di hadapan masyarakat yang dilayaninya. Electronic Government (e-Government) menjadi terminologi yang sering dipakai untuk mendorong terjadinya transformasi paradigma dalam layanan publik. Akuntabilitas, transparansi, akurasi, kecepatan proses layanan, dan produktivitas menjadi kata yang sering diasosiasikan dengan e-Government.
Pemanfaatan TIK di lingkungan instansi pemerintah dalam kemasan e-Government dikhawatirkan pada akhirnya tidak berbeda dengan hembusan Sistem Informasi Manajemen Nasional (SIMNas) dan berbagai program pemerintah di bidang TIK lainnya yang selalu kandas di tengah jalan seiring minimnya komitmen dari pemimpin nasional, pergantian kebijakan akibat pergantian menteri atau tidak adanya anggaran yang memadai. Jika demikian, keberhasilan negara – negara maju dalam memanfaatkan TIK utuk mereformasi birokrasinya, tidak dapat ditiru oleh Indonesia. Dalam hal ini, TIK tidak dapat dituduh sebagai biang kegagalan, atau e-Government hanyalah retorika belaka, namun kunci persoalan kembali kepada manusia yang mengendalikan TIK.
TIK Bukan Hanya Internet
Awam seringkali menganggap bahwa wujud dari TIK adalah Internet. Anggapan ini benar namun tidak tepat. Internet muncul sebagai hasil dari menyatunya (konvergensi) antara Teknologi Informasi (TI) dan Telekomunikasi. Sebelum muncul Internet, telah ada internet atau jaringan komputer lokal maupun antar lokal yang sifatnya tertutup. Sebelum muncul jaringan lokal, telah ada peralatan TI baik yang bekerja berdasar prinsip komputasi maupun secara mekanik elektrik. Contoh perangkat TI yang bekerja menggunakan mekanik elektrik adalah mesin ketik elektronik, alat cetak semi otomatik, relay atau switch telepon di sentral telepon, papan reklame yang dioperasikan menggunakan rangkaian elektronik analog, dan lain sebagainya.
Komputer dalam bentuknya sekarang merupakan evolusi dari perangkat komputasi elektronik analog, yang selanjutnya dikembangkan menggunakan elektronik digital dengan material silicon. Kebutuhan manusia berkomunikasi ditirukan kepada komputer sehingga muncullah teknologi yang memungkinkan komputer “berbicara” dengan komputer lainnya, atau yang kemudian disebut komunikasi data. Keterhubungan antar komputer membentuk jaringan. Sebagaimana manusia, jaringan komputer-pun menjadi meluas sebagaimana kemampuan manusia membangun keterhubungan dengan manusia lain. Dari sinilah yang kemudian menghasilkan jaringan komputer global atau Internet.
Teknologi elektronika digital dengan prinsip kerja komputasi tidak hanya digunakan pada komputer sebagaimana yang lazim dikenal awam, namun juga dipakai pada berbagai aplikasi, seperti jam digital, sistem pengendalian proses, penyiaran dan penerimaan televisi dan radio, peralatan rumah tangga (home appliances), mainan anak – anak (toys), pesawat telepon, peralatan telekomunikasi, dan masih banyak lagi lainnya. Semua perangkat ini tergolong TI karena memenuhi definisi TI yakni teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan informasi. Pada perkembangan terkini semua peralatan ini dapat berkomunikasi satu dengan lain menggunakan protokol komunikasi Internet Protocol (IP), sehingga kita dapat menyaksikan bagaimana sebuah Air Conditioner (AC) di rumah dapat dioperasikan dari mana saja melalui Internet. Dapat dimaklumi bila kalangan awam beranggapan bahwa TIK itu identik dengan Internet.
Semua Bebas Menjadi Sumber Informasi
Perubahan pertama yang dapat ditunjuk sebagai akibat perkembangan TIK adalah semua orang yang dapat menggunakan akses ke Internet bebas untuk menjadi sumber informasi. Sebagai salah satu wujud teknologi hasil konvergensi antara Teknologi Informasi dan Telekomunikasi, Internet menawarkan banyak kemudahan dalam berkomunikasi. Jika di masa lalu antar individu dihadapkan pada terbatasnya moda komunikasi, dengan Internet persoalan jarak, waktu, modus, dan bentuk informasi tidak lagi menjadi isu persoalan. Internet mengubungkan jutaan manusia di muka bumi ini, tanpa para komunikan perlu mengetahui keberadaaan lawan komunikasinya. Informasi dapat dikirim dan diterima dalam berbagai bentuk, suara, gambar, data, teks, maupun kombinasi dari semua itu. Melalui Internet ini pula, terbentuk komunitas maya yang berkumpul sesuai dengan minatnya masing – masing.
Para netter – demikian sering disebut – tidak lagi terbelenggu oleh keterbatasan peran sebagai pembaca informasi, tetapi pada posisi yang sama sekaligus dapat berperan sebagai sumber informasi. Setiap netter yang tergabung dalam sebuah komunitas maya dapat menuliskan apa saja buah pikirnya, termasuk yang dimaksudkan untuk menyerang pihak lain, tanpa terhalang oleh sensor ataupun editing dari pihak lain. Satu – satunya alat yang dapat digunakan untuk mengendalikan informasi yang dihasilkan oleh para netter adalah komitmennya pada norma dan etika. Dikatakan demikian karena di banyak negara hukum selalu ketinggalan dalam mengantisipasi kemajuan dan kebebasan yang dialami oleh para pengguna teknologi. Meskipun demikian, di beberapa negara, kebebasan dalam mengeluarkan ide dan pikiran melalui Internet sudah mulai dirasa menganggu harmoni kehidupan sosial. Oleh karenanya dibuatlah peraturan dan perundangan guna melingdungi para pihak yang dirugikan dan menghukum mereka yang terbukti menggunakan TIK secara merugikan orang lain.
Mailing list, blog, chating, website merupakan arena komunikasi yang dimaksud di atas. Ciri utamanya adalah adanya komunikasi interaktif, di antara para netter. Di kalangan media massa perubahan ini mulai semakin nyata terlihat, peran sentral penerbit media cetak berangsur – angsur menjadi berkurang. Jika semula media cetak konvensional memegang kendali atas pemberitaan, mengatur siapa yang kontribusi opininya akan diterbitkan, mengalokasikan halaman untuk pemasangan iklan, dan mengendalikan distribusi, setelah munculnya media massa online, kondisi semacam ini tidak sepenuhnya lagi eksis. Narasumber memiliki kesempatan untuk menayangkan aktivitas dan atau idenya di website yang dikelolanya, penulis kolom tidak perlu repot lagi harus menunggu giliran tulisannya dimuat agar, agar dapat segera dibaca publik, penulis kolom dapat membuat website sendiri, atau mengirimkan tulisannya kepada milist yang diikutinya. Demikian pula pemasang iklan, rata – rata perusahaan menengah dan besar sudah memiliki website yang memuat informasi tentang produk dan atau jasa yang dipasarkan, ketergantungan kepada media massa cetak menjadi berkurang. Media cetak harus memiliki armada distribusi, yang memerlukan pengelolaan tersendiri. Hal ini tidak didapati pada media online. Kendala periodisasi dan distribusi fisik tidak terjadi karena penerbitan berita dapat dilakukan kapan saja, sementara disribusi berita berlangsung secara elektronik seketika ke segala penjuru dunia.
from lestarimandiri.org
0 komentar:
Posting Komentar